KOMISI VI DESAK PEMERINTAH LAKUKAN RENEGOSIASI AFTA DAN ACFTA

30-11-2009 / KOMISI VI

            Komisi VI DPR RI mendesak Pemerintah segera melakukan renegosiasi Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan ASEAN CINA Free Trade Agreement (ACFTA) yang akan berkalu pada 1 januari 2010. Industri nasional belum menghadapi perdagangan Bebas.

            Permintaan itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dalam Rapat Kerja dengan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Senin (30/11), DI Gedung DPR, Jakarta. 

            Aria Bima mengatakan, Komisi VI meminta Pemerintah c.q. Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian, melakukan renegosiasi perjanjian pada industri tersebut.

            “Krakatau steel yang telah disepakati untuk privatisasi melalui IPO guna meningkatkan kinerja BUMN, siapa yang tertarik dengan IPO tersebut,” katanya. AFTA dan ACFTA berdampak buruk kepada industri nasional, karena dinilai belum siap dalam persaingan perdagangan bebas.

            Komisi VI masih menkhawatirkan kesiapan dan kemampuan komuditi yang ada di tingkat nasional, sektor tekstil dan baja. Dengan diberlakukannya AFTA dan ACFTA maka akan diterapkan  bea masuk nol persen, “Industri nasional dikhawatirkan tidak dapat bersaing,” kata Aria Bima dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

            Terdapat 10 sektor industri yang dinili belum mampu, antara lain tekstil, makanan dan minuman, petrokimia, alat-alat pertanian, alas kaki, senterti pefer , elektronik, kabel dan peralatan listrik, industri permesinan, industri besi baja dan industri jasa engernering.

Tidak ada pijakan nasional untuk memutuskan kesepakan dengan AFTA,

            Menurut Aria bima, negara lain seperti Malaysia, Thailand, Amerika, juga melakukan renegosiasi di sektor tertentu.    

            Ketua Komisi VI Airlangga Hartarto mengatakan, kesepatan tersebut telah disetujui oleh seluruh fraksi yang ada di komisi. “Rapat Internal Komisi VI tanggal 26 Nopember 2009, telah sepakat meminta merenegosiasi kesepakatan AFTA dan ASEAN-Cina Free Trade Agreement, yang berdampak buruk kepada beberapa sektor industri nasional,” tegasnya.

            Menurut Airlangga, Menteri Perindustrian telah sepakat untuk melakukan hal yang sama.

            Menteri Negaara BUMN Mustafa Abubakar, mengatakan hal tersebut akan segera dikomunikasikan dengan menteri Perdagangan, untuk ada segera  solusi. (as)

BERITA TERKAIT
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...
Mufti Anam Minta Pemerintah Perkuat Koperasi Agar Rakyat Tak Terjerat Pinjol
18-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding (piutang) pembiayaan industri pinjaman online berupa peer-to-peer (P2P) lending mencapai...
Pilu Keluarga Bunuh Diri karena Pinjol, Mufti Anam: Pemerintah Tak Berdaya, Rakyat Semakin Menderita
18-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai pemerintah belum tegas menangani kasus pinjaman online (pinjol). Akibat...